Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana mengaku bingung dengan revisi aturan importasi yang termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan baru ini berlaku mulai 17 Mei 2024.
Pasalnya, aturan tersebut menghapus ketentuan memenuhi Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Kementerian Perindustrian sebagai syarat importasi.
“Permendag 8/2024 memiliki kewenangan untuk mengatur laju impor dan ekspor, oke. Tapi ada Kemenperin (Kementerian Perindustrian) juga di situ yang memiliki kewenangan untuk mengatur berapa banyak kebutuhan barang-barang impor. Nah ini kan menarik, Permendag bisa menghilangkan kewenangan Kemenperin, bagaimana itu logikanya yang terjadi?” kata Danang dalam Profit CNBC Indonesia, Selasa (11/6/2024).
Menurutnya, ada yang salah di kabinet akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Di mana masing-masing Kementerian memiliki indeks kinerja utama (IKU) yang saling bertabrakan. Pada akhirnya, lanjut dia, yang menjadi korban adalah dunia industri.
“Kami berharap, Pak Menteri Perdagangan (Mendag), Pak Zulkifli Hasan yang sangat terhormat, kami memohon untuk diperbaiki situasi ini, terutama Permendag 8/2024 itu mengatur hampir seluruh sektor,” ujarnya.
Danang pun meminta, khusus industri padat karya seperti tekstil, garmen dan alas kaki sebaiknya dibuatkan aturan Permendag sendiri, yang mengatur kebutuhannya lebih spesifik lagi.
“Karena kebutuhannya sangat spesifik, kompetitifnya sangat spesifik. Kita harus melihat bagaimana Pak Mendag nanti dengan besar hati mestinya jangan selalu mengambil alih kewenangan Kementerian yang lain. Kami lihat ini adalah sebuah strategi yang tidak sehat, di mana kita digempur habis-habisan di tempat kita lemah sehingga kita akan hancur lebur suatu saat nanti,” tukas dia.
Danang menjelaskan, dengan adanya Permendag 8/2024, kemudian ada zero tax sampai dengan kode HS yang diperlakukan khusus, itu dapat membuat pasar dalam negeri kebanjiran barang impor, tidak hanya tekstil namun pakaian jadi juga. Hal inilah yang akhirnya mengakibatkan barang-barang produksi dalam negeri semakin tidak bisa berkompetisi dengan produk impor, lantaran pemerintah yang membuka keran impornya dengan sangat lebar, sementara tidak terdapat non tarif barrier atau aturan restriktif di situ.
“Ketika tidak ada aturan restriktif, maka barang-barang masuk oleh pedagang importir gampang banget. Dengan mudah kita dikalahkan barang impor,” jelasnya.
“Karena itu, kami memohon betul agar kabinet saat ini, terutama pak presiden Jokowi, di akhir masa pemerintahan beliau untuk membenahi aturan ini. Menghilangkan kompetisi antar Kementerian dan benar-benar sampai pada visi pak Jokowi untuk membangkitkan industri hilir, industri manufaktur di Indonesia,” kata Danang.
Foto: Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Danang Girindrawardana dalam program Profit. (CNBC Indonesia TV)
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Danang Girindrawardana dalam program Profit. (CNBC Indonesia TV)
Karena, lanjutnya, apabila kondisi itu terus dibiarkan terjadi, maka ada jutaan lapangan kerja yang akan hilang. Sebagaimana diketahui, industri tekstil, garmen, dan alas kaki merupakan industri yang mampu menyerap tenaga kerja lulusan pendidikan apapun.
“Riset media massa kemarin melalui BPS, disampaikan bahwa 9,9 juta anak lulusan SMA menganggur, tidak bekerja apa-apa. Lah kemana mereka mau kita salurkan? Nah salah satu cara tepat untuk menyalurkan adalah membuat industri manufaktur sebanyak-banyaknya, sehingga mereka tidak lagi menganggur,” ujarnya.
Ia pun menyarankan agar Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang dapat duduk bersama, sehingga tensi dari ketegangan antar Kementerian ini tidak lagi memuncak, dan korbannya justru anak-anak muda yang kehilangan lapangan pekerjaannya.
Relaksasi Aturan Impor
Sebagai informasi, dalam Permendag No 8/2024 tersebut, pemerintah memutuskan melonggarkan impor yang sebelumnya sempat diperketat. Pertimbangan Teknis (Pertek) dari kementerian teknis yang menaungi komoditas impor tak lagi diperlukan sebagai syarat mendapat Persetujuan Impor (PI).
Dikutip dari unggahan di akun Instagram miliknya, Sabtu (18/5/2024), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, langkah pemerintah itu untuk menjaga keseimbangan industri di dalam negeri dengan tetap menjaga kelancaran seluruh proses arus barang.
“Permendag ini ditujukan hanya untuk barang yang diperdagangkan. Barang yang nonkomersial dan personal use dikeluarkan dari pengaturan Permendag ini,” katanya.
Dalam unggahan itu, Sri Mulyani menyebutkan, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, Permendag No 8/2024 diterbitkan, yang berisikan relaksasi perizinan impor berikut:
a. Terdapat 7 komoditas yang diubah perizinan larangan terbatas (lartas)-nya yaitu Elektronik, Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan, Kosmetik dan PKRT, Alas Kaki, Pakaian Jadi dan Aksesoris Pakaian Jadi, Tas dan Katup. Khusus komoditi elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris, persyaratan pertimbangan teknis dalam penerbitan PI (Persetujuan Impor) ditiadakan/dihapus.
b. Terhadap importasi dengan manifest tanggal 10 Maret – 17 Mei 2024 dapat dilakukan penyelesaian impor dengan menggunakan LS (Laporan Surveyor) khusus komoditas Besi Baja dan Tekstil Produk Tekstil dan menggunakan dokumen perizinan yang tercantum dalam Permendag No 8/2024 untuk komoditi lainnya.
“Koordinasi lintas kementerian dan lembaga sangat penting sebagai wujud komitmen bersama untuk senantiasa melayani masyarakat luas serta menjaga perekonomian Indonesia,” tulis Menkeu.
Artikel ini telah tayang di CNBC Indonesia dengan judul Pengusaha Bingung Kemendag Bisa Jegal Kemenperin Sampai “Makan Korban”
Klik link di bawah ini:
- https://www.cnbcindonesia.com/news/20240612113719-4-545952/pengusaha-bingung-kemendag-bisa-jegal-kemenperin-sampai-makan-korban